Hinalah Daku, Kau Kusayang
Ciptaan
Allah paling awal, Nur Muhammad (cahaya yang terpuji), yang kemudian membuat
Allah berminat menciptakan jagat raya, salah satu episode tugasnya adalah
berlaku menjadi Muhammad bin Abdullah. Di Mekah, selama 63 tahun, berpangkat
Nabi dan menjabat sebagai Rasul terakhir; salah satu “profesi” utamanya adalah
dihina.
Tak ada perdebatan kenapa hanya
63 tahun, sementara pendahulunya, misalnya Adam atau Nuh, ditugasi menjadi
pelakon utama antara 900 sd 1300 tahun. Mungkin Allah ambil keputusan begini:
Muhammad sebentar aja, tetapi saya bawain buku panduan lengkap, Al-Qur’an,
tinggal disampaikan, terserah manusia memakainya atau tidak.
Para pendahulu dikasih ratusan
tahun tapi ternyata tidak cukup untuk meneliti dan menemukan jatidiri. Maka
yang terakhir ini 63 tahun saja, dengan “buku manual” yang terjaga kemurniannya
secara absolut. “Inna nahnu nazzalnadz-dzikro wa
inna lahu lahafidhun”, Allah kasih buku bimbingan, dan Ia berjanji
menjaganya.
63 tahun dengan pencapaian
sejarah yang membuat Michael Hart meletakkannya sebagai tokoh nomer satu yang
paling berpengaruh dalam sejarah ini, terlalu revolusioner dan ekstra-fenomenal
— sehingga sangat potensial untuk melahirkan rasa cemburu dan kedengkian di
seluruh muka bumi. Mungkin karena itu “software” manusia Muhammad juga
disiapkan oleh Allah untuk memiliki ekstra-resistensi terhadap berbagai jenis
pelecehan yang amat merendahkannya.
Sejak Muhammad mensosialisasikan
“tauhid” di komunitas sekitar Ka’bah Mekah, siang malam ia diejek, dihalangi,
dirancang untuk dibunuh, atau dilempari batu seperti ketika ia berimigrasi ke
Ethiopia.
Tak hanya teologinya yang ditolak
dan dianggap anarkis. “Hak paten” Muhammad atas sumber air Zamzam karena ia
adalah cucu penemunya, yakni Mbah Abdul Muthalib: merupakan ancaman terhadap
dominasi konglomerat Abu Jahal atas perekonomian Mekah. Selama ini kita terlalu
berpikir polos, menyangka bahwa yang diberangus hanya “tauhid”, bahwa yang
dihancurkan adalah Islam –- padahal faktor air zamzam, juga tambang minyak,
sebenarnya mungkin lebih primer.
Melihat wataknya, soal Agama tak
penting-penting amat bagi Abu Jahal. Tapi para anak buahnya terperdaya; mereka
pikir “Muhammad” dan “Islam” nya yang menjadi sasaran utama. Sehingga fokus
mereka adalah memukuli Muhammad, membuat karikatur untuk memperolok-olokkannya,
membikin film yang memperhinakannya, bikin macam-macam games di internet untuk
menyebarkan virus kebencian kepada Muhammad.
Beberapa tahun yang lalu di
banyak forum Maiyah di berbagai daerah, saya pasang layar untuk menunjukkan
gambar-gambar dan video penghinaan itu. Dan saya bertanya kepada semua yang
hadir; “Kira-kira kalau Rasulullah melihat tayangan-tayangan penghinaan ini,
akan naik pitam atau tersenyum?”
100% hadirin di semua tempat
menjawab: “Tersenyum”.
“Apa yang kira-kira diucapkan
oleh beliau?”
Jamaah menjawab: “Berdoa, ya
Allah ampunilah mereka, karena mereka tidak mengerti apa yang mereka lakukan”.
“Lha kita”, tanya saya lebih lanjut, “akan ikut
tersenyum dan berdoa seperti itu ataukah mengamuk, demo, membikin tayangan
penghinaan balasan, atau gimana?”
Mengamukpun bisa dipahami,
tersenyum juga oke. Demo juga wajar, diam dalam kesabaran juga tidak aneh. Yang
mungkin perlu disepakati adalah jangan melakukan apapun yang memang dikehendaki
oleh mereka yang memasang ranjau melalui penghinaan itu. Jangan menjelma
minyak, karena yang mendatangimu adalah api.
Para penghina Nabi Muhammad itu
berjasa besar kepada Ummat Islam, karena repot-repot menciptakan momentum,
konteks dan nuansa kekhusyukan agar kita semua lebih rajin menyatakan cinta dan
kesetiaan kita kepada Allah dan Muhammad.
Bentuk pernyataan cinta itu bisa
batiniah saja, bisa dengan pekikan-pekikan dalam demo, bisa counter-informasi,
atau apapun. Yang penting tidak perlu “GR” seolah-olah Muhammad butuh pembelaan
kita karena beliau kita anggap lemah dan kita yang kuat. Jadi, pembelaan kita
atas Muhammad sasaran utamanya adalah integritas kita sendiri di hadapan beliau
dan Allah. Apalagi semarah-marah kita terhadap penghinaan itu, masih jauh lebih
murka Allah, sebab cinta kita kepada Muhammad tidak ada sebutir debu dibanding
cinta Allah kepada kekasih-Nya itu.
Kaum Muslimin juga diam-diam
berterima kasih kepada para penghina Muhammad karena kekejaman mereka adalah
peluang sangat indah untuk memaafkan mereka, sehingga derajat kita meningkat di
mata Allah. Penghinaan adalah rejeki kemuliaan bagi yang dihina. Ayo, hinalah
daku, kau kusayang.
Tahun 2008 bersama musik Kiai
Kanjeng saya pentas di distrik dekat rumah Geerd Wilders, Belanda, orang
penting dalam kasus film penghinaan atas Islam yang membuat Theo van
Goghdibunuh oleh pemuda Muslim keturunan Maroko. Sebelum atau
sesudah pentas kami berniat bertamu ke rumah beliau, tapi tak jadi karena
beliau pergi tak jelas ke mana. Kami menyesal karena gagal menyampaikan ucapan
terimakasih atas penghinaannya, demi mengurangi dosa-dosa kami.
0 Response to "Hinalah Daku, Kau Kusayang"
Post a Comment